Senin, 02 Juni 2014

MALAM MENJELANG SUBUH DI PESANTREN



Malam menjelang subuh di pesantren...
Bunyi bel berdentang tiga kali, menandakan waktu telah menunjukkan pukul tiga pagi. Bulisah (penjaga malam) yang daur (berkeliling) sepanjang malam menjaga keamanan pesantren mulai beranjak meninggalkan pos, dengan mata terkantuk-kantuk menuju asrama masing-masing. Bagian peribadatan pesantren bergerak membangunkan para santri yang masih terlelap, menyebar ke seluruh asrama yang ada di pesantren.
“Thayyib, qumna ya akhwaat! Ash-Shalaatu khairun min an-naum.” Sayup-sayup suara bagian peribadatan yang sedang membangunkan para santri membuatku terbangun. Disekelilingku jelas terlihat para santri masih meringkuk dikasur masing-masing terbuai dalam mimpi, tak mendengar suara cempreng bagian peribadatan berkeliling membangunkan santri, ataupun pura-pura tak mendengar.
Dari balakang asrama terdengar suara santri yang sedang mengantri kamar mandi untuk berwudhu ataupun mandi sebelum menunaikan shalat tahajjud dan shalat subuh di mushalla. Di jalan samping asrama menuju mushalla terdengar suara ustad Jakfar, salah seorang guru senior di pesantren,  memakai TOA berkeliling berusaha membangunkan seluruh penghuni pesantren. Suara tarhim santri putra yang terdengar lewat speaker daar adh-dhiyafah (tempat penerimaan tamu) menandakan aktifitas pagi di pesantren telah dimulai. Malam yang semula sunyi, kini mulai ramai oleh suara para santri yang satu persatu mulai terbangun dari tidur melepas penat sepanjang malam.
Bel berdentang empat kali menandakan waktu persiapan untuk berangkat ke mushalla. Suara gaduh dikamar mandi semakin ramai, suara guyuran air bercampur dengan suara-suara santri. Ada yang menggedor-gedor pintu kamar mandi menyuruh penghuni didalamnya untuk cepat, ada yang masih duduk-duduk di gazebo jemuran terkantuk-kantuk menunggu antrian kamar mandi, ada pula yang masih melanjutkan tidurnya dibawah jemuran.
Tak lama berselang, bel berdentang enam kali pertanda waktu berangkat ke mushalla sudah habis. Santri yang masih berada di asrama berlarian mengejar waktu yang masih tersisa untuk berangkat ke mushalla. Sebelum dihadang oleh pengurus bagian peribadatan, karena terlambat datang ke mushalla.  Di depan mushalla bagian peribadatan menunggu para santri yang terlambat. Menghukum mereka agar tidak mengulangi lagi keterlambatan, karena shalat tahajjud dan shalat subuh berjama’ah di pesantren merupakan suatu kewajiban, yang apabila dilanggar akan mendapat hukuman.
Di dalam mushalla, para santri ada yang shalat tahajjud sendiri-sendiri di bagian belakang atau  shalat witir berjama’ah di bagian depan. Ada yang mengaji (membaca Al-Qur’an) menunggu waktu subuh datang. Ada yang berdzikir, ada pula yang hanya terkantuk-kantuk dipojokan. Lantunan asma’ul husna santri putra mengalun merdu dari speaker mushalla yang disambung dengan masjid Jami’ di pesantren putra. Tak lama setelah itu, lantunan asma’ul husna berganti suara adzan dari mu’adzin pertanda waktu shalat subuh telah tiba. Aku pun beranjak merapikan shaf untuk melaksanakan shalat subuh pagi ini.

3 Komentar:

Pada 2 Juni 2014 pukul 08.23 , Blogger Rabiatul Adawiyah mengatakan...

monggo dikritisi tulisan saya

 
Pada 2 Juni 2014 pukul 09.09 , Blogger Unknown mengatakan...

nice post
lanjutkan ^_^

 
Pada 4 Juni 2014 pukul 04.09 , Blogger Rabiatul Adawiyah mengatakan...

Fannil Abror: thank's..

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda