MALAM MENJELANG SUBUH DI PESANTREN
Malam menjelang subuh di pesantren...
Bunyi bel berdentang tiga kali, menandakan waktu
telah menunjukkan pukul tiga pagi. Bulisah (penjaga malam) yang daur (berkeliling) sepanjang malam menjaga keamanan pesantren mulai
beranjak meninggalkan pos, dengan mata terkantuk-kantuk menuju asrama
masing-masing. Bagian peribadatan pesantren
bergerak membangunkan para santri yang masih terlelap, menyebar ke seluruh
asrama yang ada di pesantren.
“Thayyib, qumna ya akhwaat! Ash-Shalaatu khairun min an-naum.” Sayup-sayup
suara bagian peribadatan yang sedang membangunkan para santri membuatku
terbangun. Disekelilingku jelas terlihat para santri masih meringkuk dikasur
masing-masing terbuai dalam mimpi, tak mendengar suara cempreng bagian
peribadatan berkeliling membangunkan santri, ataupun pura-pura tak mendengar.
Dari balakang asrama terdengar suara santri yang sedang mengantri kamar
mandi untuk berwudhu ataupun mandi sebelum menunaikan shalat tahajjud dan
shalat subuh di mushalla. Di jalan samping asrama menuju mushalla terdengar
suara ustad Jakfar, salah seorang guru senior di pesantren, memakai TOA berkeliling berusaha membangunkan
seluruh penghuni pesantren. Suara tarhim santri putra yang terdengar
lewat speaker daar adh-dhiyafah (tempat penerimaan tamu) menandakan
aktifitas pagi di pesantren telah dimulai. Malam yang semula sunyi, kini mulai
ramai oleh suara para santri yang satu persatu mulai terbangun dari tidur melepas
penat sepanjang malam.
Bel berdentang empat kali menandakan waktu persiapan untuk berangkat ke
mushalla. Suara gaduh dikamar mandi semakin ramai, suara guyuran air bercampur
dengan suara-suara santri. Ada yang menggedor-gedor pintu kamar mandi menyuruh
penghuni didalamnya untuk cepat, ada yang masih duduk-duduk di gazebo jemuran
terkantuk-kantuk menunggu antrian kamar mandi, ada pula yang masih melanjutkan
tidurnya dibawah jemuran.
Tak lama berselang, bel berdentang enam kali pertanda waktu berangkat ke
mushalla sudah habis. Santri yang masih berada di asrama berlarian mengejar
waktu yang masih tersisa untuk berangkat ke mushalla. Sebelum dihadang oleh
pengurus bagian peribadatan, karena terlambat datang ke mushalla. Di depan mushalla bagian peribadatan menunggu
para santri yang terlambat. Menghukum mereka agar tidak mengulangi lagi
keterlambatan, karena shalat tahajjud dan shalat subuh berjama’ah di pesantren
merupakan suatu kewajiban, yang apabila dilanggar akan mendapat hukuman.
Di dalam mushalla, para santri ada yang shalat tahajjud sendiri-sendiri di
bagian belakang atau shalat witir
berjama’ah di bagian depan. Ada yang mengaji (membaca Al-Qur’an) menunggu waktu
subuh datang. Ada yang berdzikir, ada pula yang hanya terkantuk-kantuk
dipojokan. Lantunan asma’ul husna santri putra mengalun merdu dari speaker
mushalla yang disambung dengan masjid Jami’ di pesantren putra. Tak lama
setelah itu, lantunan asma’ul husna berganti suara adzan dari mu’adzin pertanda
waktu shalat subuh telah tiba. Aku pun beranjak merapikan shaf untuk
melaksanakan shalat subuh pagi ini.
3 Komentar:
monggo dikritisi tulisan saya
nice post
lanjutkan ^_^
Fannil Abror: thank's..
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda